Sabtu, 26 Februari 2011

Monolog Kicau Burung 9 (ending)

Bangsa kita terbang tak tentu arah
Mencoba singgah di desa-desa
Namun orang-orang sudah tak ramah lagi
Anak-anak kecil membuat ketapel
Orang-orang tua membawa senapan
Sedang di gunung dipasang jaring-jaring penjerat burung

Bangsa sejati kita telah musnah

Ulat-ulat semakin berani menggasak dedaunan
Menjadi kepompong dan kupu-kupu
Lalu menetaskan berjuta-juta telor
Menjadi ulat, kepompong dan kupu-kupu

Pohon-pohon gundul
Rusa mati kelaparan
Harimau dan anjing hutan mati kelaparan
Matahari menembus tanah belah-belah
Mengeringkan humus terbakar
Membunuh bakteri pengurai
Air tak terbendung
Banjir!
Hutan longsor!

Hutan kebakaran!
Hutan longsor!
Hutan banjir!
Hutan rata dengan tanah!

Hutan kebakaran!
Hutan longsor!
Hutan banjir!
Hutan rata dengan tanah!

Hutan kebakaran!
Hutan longsor!
Hutan banjir!
Hutan rata dengan tanah!

Bangsa kita telah musnah
Ditangkap,  ditembak, dijual, dan dihinakan!

Bangsa kita telah musnah
Ditangkap,  ditembak, dijual, dan dihinakan!

Bangsa kita telah musnah
Ditangkap,  ditembak, dijual, dan dihinakan!

Jiancuuuuuuuuuuu!

Burung-burung berhenti bersuara
Teriris rasa pedih mendengar jerit tangisku

Sedang di bawah orang-orang bertepuk tangan
Menyambut lengkingan suara batinku

“Luar biasa!”
“Fantastis”
“Benar-benar burung dewa!”
“Berapa hendak kau jual?”
“Kalau ditukar mobil, bagaimana?”

Tuanku tertawa-tawa, bangga dan gila
“Tenang! Sabar! Kalau burungku sudah tua
Kalian akan mendapat spermanya,”

Luar biasa
Gila

Pantas para malaikat khawatir
Saat manusia hendak diciptakan
Dan iblis berani bertaruh dengan Tuhan
Karena di balik nurani yang mereka miliki
Tersimpan sisi-sisi kegelapan

Tuanku yang terhormat,
Bebaskan aku! Lepaskan aku!

Selesai

(Kembali di dokumentasi paa halama Prosa Lirik)

Tidak ada komentar:

Carilah Yang Kau Butuhkan