Senin, 03 Oktober 2011

Apa itu Komedi?



Belajar Teater
Ciri-ciri sebuah komedi adalah lucu.  Tetapi lucu yang dimaksud dalam komedi bukanlah sekedar melucu seperti lawakan-lawakan kosong yang hanya ingin ditertawakan penonton.  Lucu di sini  adalah sebagai  cara untuk menyindir  cacat  atau  mengkritisi  kelemahan sifat-sifat manusia dan keadaan masyarakat. Cacat dan Kelemahan sifat-sifat manusia, sepertii kebodohan, kesombongan, dan kenaifan atau penyimpangan-penyimpangan perilaku manusia di dalam masyarakat menjadi suatu peritiwa-peristiwa yang menggelikan dalam kaca mata komedian.

Sasaran yang ingin dicapai oleh komedi adalah  pencerahan. Manusia harus mampu memperbaiki diri dari kelemahan-kelemahan yang dimilikinya. Nilai-nilai moral dan rasa sosial untuk memperbaiki keadaan selau  menjadi tema penting dalam sebuah komedi. Jadi komedi bukan sekedar melucu. Berbeda dengan  tragedi yang tujuannya untuk mencapai katarsis;  semacam penyucian jiwa. Penyadaran akan adanya kekuasaan yang lebih besar daripada kekuasaan manusia. Betapa kecil dan rapuhnya manusia di hadapan suratan takdir. 

Rendra mengatakan bahwa komedi adalah sebuah  upacara utnuk menertawakan cacat dan kelemahan masyarakatnya sendiri. Dan seorang bijak menjelaskan bahwa komedi sebuah pertunjukan yang enak ditonton tapi teramat pahit untuk direnungkan.Tokoh-tokoh dalam komedi adalah antipati. Tidak ada satu pun tokoh yang harus ditiru. Sebagai contoh; ada seseorang yang terpeleset karena menginjak kulit pisang dan jatuh kesakitan. Orang-orang yang melihatnya tertawa terbahak-bahak. Lucunya, orang yang jatuh bukan merasakan sakitnya, tetapi lebih mendahulukan rasa malunya. Maka jika dipikir; betapa tidak berperikemanusiaannya orang-orang yang menertawakan orang jatuh tadi, atau anggap  orang yang kena musibah tersebut. Yang semestinya menolong, malah menertawakannya. Begitu juga dengan  orang yang jatuh. Yang mestinya minta bantuan, malah seringkali menolak tawaran pertolongan orang lain karena malunya.

Aku sering menyaksikan   peristiwa komedi di sekolah. Anak-anak yang mendapat nilai di bawah 5, seringkali tertawa terbahak-bahak bersama teman-temannya karena mendapat nilai yang sama. Guru-guru mencari dan membeli, bahkan memalsu piagam-piagam untuk mengusulkan kenaikan pangkat dan sertifikasi profesi, sehingga banyak para pakar pendidikan dan perguruan tinggi yang jualan piagam dengan dalih  seminar.  Begitu pula di gedung DPR, di instansi-instansi, atau di tempat-tempat lain. banyak para pejabat dan anggota dewan yang menjadi tokoh-tokoh komedi.,lucu dan menggelikan. Ketika Nias dihantam Tsunami, para pejabatnya ngelencer ke luar negeri. Ada juga usulan dewan untuk studi banding kepramukaan  di Afrika dengan alasan agar pramuka kita tidak seburuk di Afrika. Untung saja mereka segera sadar dan segera mengubah haluan belajar etika di Yunani. Eman-eman anggaran ngelencer dihanguskan. Sementara di kiri-kanan gedung DPR, ada sebuah perkampungan kumuh, yang penduduknya adalah kaum urban. Untuk mencari makan  mereka harus berlari terlebih dahulu, bersaing mengejar truk untuk menjadi buruh lepas. Yang terangkut sehari itu  bisabekerja, dan besok belum tentu. Ironis.

Lalu bagaimana dengan acara-acara berlabel komedi di televisi? 
Memang lucu. Tapi belum menyentuh persoalan komedi. Belum menunjukkan kecerdasan yang mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat. Kita masih menertewakan pemain, bukan menertawakan tokoh-tokoh yang diperankan pemain. 

Kalau cuma  sekedar ingin ditertawakan tak usah jadi pemain komedi, beberapa mubalig di televisi banyak  yang melucu, minta ditertawakan; Nah yang ini baru komedi.

Tidak ada komentar:

Carilah Yang Kau Butuhkan