Sanusi Pane pun menjawab dalam sajaknyaberjudul SAJAK
Tahun 1927, Sanusi Pane pernah menulis mengenai mutu puisi. Mutu puisi tersebut ia ungkapkan dalam soneta soneta berjudul SAJAK :
SAJAK
Dimana harga karangan sajak,
Bukan dalam maksud isinya,
Dalam bentuk, kata nan rancak,
Dicari timbang dengan pilihnya.
Tanya pertama keluar di hati,
Setelah sajak dibaca tamat,
Sehingga mana tersebut sakti,
Mengikat diri di dalam kalimat.
Rasa bujangga waktu menyusun,
Kata yang datang berduyun-duyun,
Dari dalam, bukan nan dicari.
Harus kembali dalam pembaca,
Sebagai bayang di muka kaca,
Harus bergoncang hati nurani.
(dari Puspa Mega)
Tahun 1929 -1930, Sanusi Pane berkesempatan melawat ke India. Negeri yang melahirkan Rabhinat Taghore, pujangga yang paling dikaguminya. Berdasarkan pengalamannya di sana mengenai mutu puisi yang pernah diungkapkannya ( puisi di atas), diubahnya menjadi sebagai berikut.
SAJAK
O, bukannya dalam kata yang rancak,
Kata yang pelik kebagusan sajak.
O, pujangga buang segala kata,
Yang kan Cuma mempermainkan mata,
Dan hanya dibaca selintas lalu,
Karena tak keluar dari sukmamu.
Seperti matari mencintai bumi,
Memberi sinar selama-lamanya,
Tidak meminta suatu kembali,
Harus cintamu senantiasa.
(dari Madah Kelana)
Pada puisi pertama menurut Sanusi Pane, bahwa mutu puisi dapat diukur dari timbang pilih tentang isi (tema dan amanat), pilihan kata yang indah, tentu saja harus keluar dari hati, dan dapat dinikmati oleh ara pembacanya. Sedangkan pada puisi kedua, cara berpikirnya lebih matang. Ini dari sebuah puisi adalah keikhlasan yang keluar dari dalam diri, dan tidak perlu mengada-ngada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar