Mark Zuckerberg, kelahiran 1984, pada usianya yang
masih 20 tahun, sudah mampu mengubah
dunia. Tahun 2004 dia menciptakan Facebook sebagai social-networking. Dalam waktu kurang
dari sepuluh tahun, pengguna aktif facebook telah mencapai 750 juta jiwa. Nyaris
tidak ada orang yang tidak tahu facebook. Anak sekolah, mahasiswa, guru,
seniman, pegawai kantor, tentara, polisi,
politisi, pengusaha, pengangguran bahkan pengamen semua mengenalnya.
Sangat fantastis.
Menjadi anggota facebook dan untuk memperoleh pertemanan
sangat mudah. Fitur-fitur yang dimiliki facebook sangat efektif dan efisien
sebagai media komunikasi pertemanan. Facebook
juga tidak hanya digunakan untuk
kepentingan pribadi, tapi setiap orang bisa membuat grup atas dasar kesukaan,
minat, profesi, atau kebutuhan yang sama; seperti perkumpulan alumni, peminat
buku, penggemar games dsb.
Dulu, untuk menambah keanggotaan grup cukup sulit.
Seorang pengguna facebook yang membuat grup harus mengundang teman-temannya dan
menunggu dikonfirmasi. Hal ini membuat perkembangan anggota menjadi lamban. Hal
itu sekarang tidak lagi, seorang pengguna facebook yang membuat grup, sekarang
tinggal menambahkan orang-orang yang telah menjadi teman di facebook
pribadinya, dan secara otomatis orang-orang yang ditambahkan menjadi anggota
dari grupnya. Sekarang dibalik jika
orang yang ditambahkan merasa tidak cocok, boleh meninggalkan grup tersebut.
Tetapi merreka yang sudah menjadi anggota biasanya tidak pernah keberatan.
Uniknya, setiap orang yang menjadi anggota grup, dapat menambahkan temannya di facebook pribadinya
masing-masing.
Saya Sebagai penggiat sastra merasa tertarik mengamati
para sastrawan Indonesia dan grup-grup sastra di facebook. Eeuphoria facebook
juga telah menarik selera para sastrawan untuk berbagi informasi tentang
karya-karyanya. Sitok Srengenge, Joni Ariadinata, Putu Wijaya, Gunawan Mohammad
dan beberapa teman dari Malaysia, Brunai Darussalam ikut meramaikan sastra
facebook.Tak ketinggalan para penulis pemula yang ikutan nimbrung meramaikan sastra
facebook. Bagi para penulis pemula ini, facebook
solah-olah menjadi berkah tersendiri. Betapa sulitnya mereka untuk menerbitkan
karya-karyanya di surat kabar dan majalah yang begitu ketat seleksinya. Dengan
facebook, karya-karya mereka yang terdokumentasi di kamarnya mulai dibaca orang-orang melalui status-status
di facebook. Para penulis pemula ini
mulai membuat grup-grup sastra di antaranya Sastra Facebook, Komunitas Sastra
Betawi, Badan Penyelamat Bahasa Indonesia dan beberapa kelompok sastra kampus.
Perkembangan anggotanya juga luar biasa, semakin hari semakin bertambah,
misalnya, Komunitas Sastra Betawi memiliki anggota di atas 20 juta pengguna.
Meskipun karya-karya sastra facebook seringkali diragukan
eksistensinya, terutama dari segi mutu, namun para penulisnya secara intens
belajar, dan hasilnya sangat memuaskan. Grup ‘Sastra Facebook’ misalnya, anggotanya masih 800 orang, tetapi
karya-karyanya memiliki kualitas tersendiri. Di grup ini dibuka forum diskusi
dengan para nara sumber yang memang berpengalaman di bidang sastra. Di grup
Penulis Penggemar Pantun, Syair, Puisi, Tulisan Budaya se Asia, para penulisnya
kebanyakan adalah orang-orang yang
memang berprofesi sebagai sastrawan, di antara mereka banyak yang sudah menulis
buku antologi puisi.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah grup-grup sastra
di facebook akan tetap eksis atau hanya sekedar gejala ephoris dari sebuah
kekinian, yang suatu saat akan hilang karena hadirnya perangkat lain yang lebih
canggih? Yang jelas sejak adanya grup-grup
sastra seperti yang saya uraikan di atas, telah terjadi perubahan dalam menulis
status. Status-status mulai lebih
berbudaya, bahasa tidak hanya sekedar
ngucap dan ngecap. Inilah positifnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar