(Doc. LabTeater 56)
Aphek sosok tubuh yang bermain dalam
Hutan Tak Lagi Sepi di Malam Hari
2 - 4 - 2011 di Hutan SMAN Kalisat
Jika tubuh sudah mampu menyampaikan sastra pada setiap geraknya maka untuk apa memverbalisasikan kata-kata. Barangkali sikap inilah yang dianut sekelompok teater era 90'an atas ketidakmampuan mereka menulis naskah. Ketidakmampuan tersebut pada akhirnya menemukan bentuk-bentuk baru yang mampu menggantikan pentas-pentas yang dipenuhi dengan kata-kata sebagaimana pentas-pentas yang dilakukan generasi sebelumnya seperti Arifin C. Noer, Teguh Karya, Rendra, Putu Wijaya, N. Riantiarno dan teatrawan-teatrawan lainnya.
Afrizal Malna dengan bukunya Teater Perjalanan Kedua mencoba memposisikan dirinya sebagai penonton yang setia. Dengan kejeliannya yang tidak sekedar menonton tapi juga mengintip proses-proses kreatif yang dilakukakan para pekerja teater sebelum pementasakan, Afrizal mampu mendokumentasikan peristiwa-peristiwa tersebut menjadi sebuah Antologi Tubuh dan Kata. Dan buku ini menjadi sangat menarik dan penting karena mampu menjawab kekhawatiran-kekhawatiran akan hilangnya sebuah generasi teater pasca teater kata-kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar