Bagaimana menjadi Sutradara?
oleh Abdoel Azis
Belajar Teater
Belajar Teater
Teater adalah salah
satu cabang seni pertunjukan yang paling kompleks. Dalam setiap karyanya,
teater membutuhkan beragam unsur seni, seperti seni gerak, seni musik/suara,
seni rupa, termasuk seni sastra (dalam pementasan drama) yang dapat digunakan
sebagai media ekspresi estetis. Dengan demikian untuk menggarap sebuah karya
teater dibutuhkan proses kerjasama kolaboratif antarpekerja seni yang terlibat
di dalamnya. Maka agar kerjasama tersebut dapat
mengarah kepada satu gagasan pertunjukan maka dibutuhkan seorang
sutradara.
Sutradara disebut
juga sebagai direktor. Dia adalah seorang pemimpin yang memberikan pengarahan
dan penjelasan kepada semua orang yang terlibat dalam pertunjukan, terutama
yang berkaitan dengan masalah-masalah artistik. Dia juga mempunyai
otoritas mengeksekusi hal-hal yang
berkaitan dengan sebuah pertunjukan.
Tujuannya untuk mewujudkan
gagasan yang hendak dicapai dalam sebuah pementasan teater. Namun yang perlu
diingat, meskipun hasil akhir sebuah pementasan itu penting, tetapi ada yang paling penting bagi seorang
sutradara yaitu bagaimana menciptakan proses atau perjalanan untuk sampai
kepada pementasan itu sendiri; seperti bagaimana cara menyusun perencanaan
latihan hingga pementasan, bagaimana mengatasi problem-problem selama proses
latihan, serta bagaimana menggali alternatif untuk menemukan sumber-sumber
kreatif yang mendukung pementasan.
Tugas-tugas sutradara
Sutradara bertugas
menentukan naskah yang akan dipentaskan. Naskah boleh karyanya sendiri atau
karya orang lain. Yang jelas dia harus mempunyai argumen dan alasan yang kuat
untuk memaparkan naskah tersebut kepada seluruh pekerja seni yang akan
dilibatkan dalam pementasannya, baik bentuk penyajian, suasana yang ingin
dibangun, maupun gagasan-gagasan yang hendak dicapainya, mengapa memilih naskah tersebut. Adapun yang dimaksud naskah di sini tidak harus berupa
naskah verbal seperti naskah-naskah berisi dialog dan kramagungnya, boleh juga
naskah non verbal (teater gerak), atau naskah berupa wacana seperti artikel,
puisi, novel dan teks apa saja yang bisa diteatrilisasikan.
Sutradara bertugas
memilih dan melatih pemain (aktor). Dalam hal ini dia harus mampu mencari
pemain-pemain yang sesuai dengan karakter tokoh-tokoh dalam naskah, serta
melatih mereka sampai menemukan karakter tokoh yang akan dimainkannya. Apabila
di tengah jalan sutradara merasa salah memilih pemain, dia harus berani memutuskan
untuk segera mengganti pemain tersebut. Hal ini perlu dilakukan terutama untuk
menyelamatkan pertunjukan, untuk menyelamatkan dirinya sebagai sutradara, dan
untuk menyelematkan pemain yang diganti, karena akan mendapat kritikan bahwa
pemain itu belum bisa memerankan tokoh yang dipercayakan sutradara.
Sutradara bertugas
memilih pekerja artistik untuk membangun suasana yang sesuai dengan gagasannya
atas dasar naskah yang akan dimainkannya. Dia boleh menolak warna, garis, atau
bentuk yang ditawarkan panata artistik, atau boleh juga menambahkan
kekurangan-kekurangan yang disodorkan oleh penata artistik tadi. Begitu pula
kerjasama dengan penata musik.
Secara
administratif, sutradara harus menyusun jadwal latihan, dan harus ada target
yang jelas dalam setiap kali latihannya. Setiap kali latihan harus ada
catatan-catatan untuk dievaluasi, adegan mana yang perlu ada penguatan, aktor
mana yang masih lemah, perlukan adegan ini diiringi musik, dan sebagainya. Bila
perlu mengubah dialog yang sulit diucapkan aktor tanpa mengurangi maksud dari
dialog tersebut. Sedangkan untuk teater gerak, sutradara sudah harus menyusun draf dari awal sampai akhir.
Tidak hanya itu
saja, sutradara juga harus melakukan observasi panggung yang akan dijadikan
tempat pementasannya. Dia harus mencatat ukuran panggung dan tempat sirkulasi pemain, termasuk
fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya. Hal ini sangat membantu proses
latihan.
Bentuk latihan menuju pementasan
Setelah sutradara
memaparkan gagasan-gagasan tentang naskah yang dipilihnya, barulah dia
melakukan casting atau pemilihan pemain. Cara yang sering dilakukan adalah
dengan membaca. Masing-masing calon aktor dicoba untuk membaca naskah sesuai
dengan pandangan kasar sutradara, artinya hanya melihat dari segi fisik calon
aktor. Di sini sutradara hanya mendengar dan mencoba mengapresiasi cara para
calon aktor membaca. Melalui pertimbangan warna suara, fisik, dan ekspresi
mereka, sutradara barulah menentukan siapa saja yang pantas menjadi pemeran
tokoh A, tokoh B, dan seterusnya.
Tetapi apabila yang
akan dimainkan adalah teater gerak, maka casting yang dilakukan dimulai dengan
olah tubuh yang mengarah pada bentuk dan gagasan yang telah dipaparkan oleh
sutradara. Dari sini sutradara harus mengambil kesimpulan siapa saja pemain
yang bisa mewujudkan gagasannya.
Untuk teater verbal latihal awal adalah
reading. Reading di sini tidak hanya sekedar membaca, tetapi sudah masuk pada
ranah ekspresi, atau penjiwaan terhadap tokoh yang akan dimainkannya. Pada saat
ini sutradara sudah harus melatih artikulasi, intonasi, tinggi rendah suara
dan tempo. Sedangkan untuk teater gerak,
para pemain sudah dituntut untuk mengeksplorasi gerak dari draf yang telah
disusun sutradara dengan penuh penjiwaan.
Apabila reading
sudah mencapai 75% pada tingkat hafalan, barulah menyusun blocking, atau
komposisi panggung
Pada tahap
berikutnya, sutradara harus memprioritaskan blocking mana dulu yang akan
digarap untuk mencapai kesempurnaan.
Setelah semua
dirasa sudah cukup, mualailah latihan dari awal sampai dengan akhir, dengan
menggunakan panggung imitasi yang menyerupai panggung sebenarnya.
Mendekati jadwal
pementasan, bila panggung itu milik sendiri, atau boleh dimanfaatkan untuk
latihan, sebaiknya 5 hari sebelum pementasan berlatihlah di panggung tersebut,
hal ini sangat berguna untuk pengenalan panggung.
Demikianlah
gambaran singkat untuk menjadi sutradara. Seorang sutradara tidak harus
mengenalkan dramaturgi dan teknik-teknik secara mendetail kepada para
pemainnya. Tetapi bisa dilakukan dengan metode sederhana dan ringan. Pemain
bisa diberikan kebebasan untuk
mengembangkan ekspresinya, sehingga
proses pembentukan karakter yang bisa dinikmati oleh .pemain.
Mungkin bagi
seorang sutradara pekerjaan proses ini jauh lebih indah dibandingkan dengan
pementasannya. Arifin C. Noer, sebelum pertunjukan dimulai biasanya dia
mengatakan kepada aktor-aktornya, “Tugas saya sudah selesai sebagai sutradara,
kini giliran kalian untuk menunjukkan gagasan-gagasan dalam naskah yang kalian
mainkan.” Pernah juga dia berkata ketika seorang muridnya hendak menyutradarai
karyanya sendiri, “Dalam naskahmu, terlalu banyak yang ingin kamu kemukakan.
Tapi tak apa, toh nanti ada pengeditan. Pengeditan itulah yang paling
mengasyikan dalam penyutradaraan.”
Pertama kali
Stanislavsky menjadi sutradara, dia melarang para pemainnya mengenakan pakaian
yang mencolok, karena tidak sesuai dengan naskah yang akan dipentaskan. Dia
juga melarang para pemain ngobrol ngalor ngidul saat yang lain sedang latihan.
Dan dia menghukum orang-orang yang datang terlambat. Tetapi semua itu di
lakukan semata-semata keseriusannya untuk menjadi sutradara. Dan yang pertama
kali dia hukum adalah dirinya sendiri, agar semua pemain, dan pekerja artistik,
tak seorang pun yang mempertanyakan ketulusanku. Proses yang dia terapkan telah
mengangkatnya sebagai sutradara kenamaan di benua Eropa saat itu sampai
sekarang.
Daftar Bacaan :
Mitter, Shomit.
2002. Stanislavsky, Brecht, Grotowski,
Brook Sistem Pelatihan Lakon.
Yogya karta; Arti.
Prabowo, Djuju.
2010. Tehnik Penyutradaraan: (Makalah). Surabaya; Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa
Timur.
Rendra. 2009. Seni Drama untuk remaja. Yogyakarta;
Burung Merak Press.
Riantiarno, N.
2002. Menyentuh Teater. Jakarta; MU:3 Books.
Santosa, Eko. 2010.
Memberdayakan Seni Teater di Sekolah
(Makalah). Surabaya. Dinas
Pendidikan Provinsi
Jawa Timur.
Stanislavsky,
Konstantin. 2006. My Life in Art.
Malang; Pustaka Kayutangan.
Disampaikan pada
hari Minggu
Tanggal 22 Januari
2011
di hadapan
PesertaWorkshop Teater
UKM Kesenian
Universitas Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar